Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja 2021, Menteri Bintang Ajak Seluruh Pihak Perangi Kekerasan Terhadap Anak

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) secara resmi merilis hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga menyampaikan secara umum hasil SNPHAR 2021 menunjukkan adanya penurunan prevalensi kekerasan terhadap anak, dibandingkan hasil SNPHAR pada 2018. Meskipun baik anak laki-laki dan perempuan mengalami penurunan prevalensi, namun kekerasan masih lebih banyak dialami anak perempuan.

“Berdasarkan hasil SNPHAR pada 2021, tercatat sebanyak 34 persen atau 3 dari 10 anak laki-laki dan 41,05 persen atau 4 dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya. Sementara pada 2018, tercatat 62,31 persen atau 6 dari 10 anak laki-laki dan 62,75 persen atau 6 dari 10 anak perempuan mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya,” ungkap Menteri Bintang dalam acara Rilis Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 (27/12).

Menteri Bintang menuturkan meskipun data menunjukan adanya penurunan prevalensi kekerasan terhadap anak, namun angka tersebut masih memprihatinkan. “Kita tidak boleh berpuas hati dan berhenti di sini. Perjalanan kita masih panjang. Seharusnya, tidak boleh ada satu pun anak yang mengalami kekerasan, apapun alasannya. Oleh karena itu, saya ingin mengajak seluruh pihak untuk memperkuat kembali sinergi dalam memerangi kekerasan terhadap anak. Sekecil apapun upaya yang kita lakukan, jika dilakukan secara bersama-sama, pasti hasilnya akan luar biasa” tegas Menteri Bintang.

“Hasil SNPHAR sangatlah penting dalam membantu dan memahami skala permasalahan kekerasan terhadap anak, sekaligus dapat menjadi dasar dalam pengembangan kebijakan/program pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. Survei ini bahkan merupakan satu-satunya sumber data statistik kekerasan terhadap anak yang menghasilkan estimasi prevalensi kekerasan di tingkat nasional (Population-based survey), dimana data untuk anak yang tersedia sebelumnya dirilis pada 2018,” ujar Menteri Bintang.

Menteri Bintang menambahkan kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan isu sensitif yang datanya sulit diperoleh, salah satunya berkaitan dengan stigma negatif terhadap penyintas, maka penelitian ini juga dilakukan dengan sensitivitas terhadap penyintas. “Di tingkat global, hasil dari SNPHAR juga sangat penting dalam pengukuran dan pelaporan berbagai capaian indikator dari tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang terkait dengan kekerasan terhadap anak,” jelas Menteri Bintang

Salah satu tolak ukur dalam mencapai prioritas nasional ‘peningkatan SDM yang berkualitas dan berdaya saing’ dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 adalah menurunnya prevalensi nasional kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sementara itu, salah satu dari lima arahan prioritas Presiden RI Joko Widodo kepada Kemen PPPA hingga 2024 adalah ‘menurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.’ Untuk mencapai hal tersebut, Kemen PPPA menyelenggarakan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR), yang telah menghasilkan estimasi prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak pada level nasional dan perkotaan/perdesaan.

“Penurunan prevalensi kekerasan terhadap anak pada 2021 ini, tentu merupakan buah dari berbagai upaya pencegahan dan penanganan yang dilakukan bersama-sama lintas sektor. Untuk itu, saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh pihak, mulai dari level terkecil yaitu keluarga, masyarakat secara umum, pemerintah pusat, hingga pemerintah desa, para akademisi dan profesional, dunia usaha, serta media massa atas kerja keras bersama dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ini,” terang Menteri Bintang.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pusat Statistik, Margo Yuwono mengungkapkan penyelenggaraan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) sangat diperlukan sebagai bentuk pengukuran untuk memonitoring pencapaian dan evaluasi suatu kebijakan, di antaranya dengan mengidentifikasi kondisi pengalaman hidup perempuan dan anak, serta capaian upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Statistik dan informasi yang dihasilkan dari SNPHAR akan memiliki peran yang sangat penting dalam membantu pemerintah dalam penyusunan kebijakan pencegahan kekerasan terhadap anak,” jelas Margo.

Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Nahar memaparkan secara rinci terkait hasil SNPHAR 2021. Nahar mengungkapkan sebanyak 4 dari 100 anak laki-laki di perkotaan dan 3 dari 100 anak laki-laki di perdesaan berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan seksual. Sedangkan 8 dari 100 anak perempuan baik di perkotaan maupun perdesaan pada kelompok usia yang sama pernah mengalami kekerasan seksual.

Nahar menambahkan kekerasan emosinal masih menjadi bentuk kekerasan tertinggi pada anak, dimana 4 dari 10 anak perempuan berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan emosional sepanjang hidupnya. Sedangkan 3 dari 10 anak laki-laki pada kelompok usia yang sama juga pernah mengalami kekerasan serupa.

Nahar menuturkan sebanyak 12 dari 100 anak laki-laki dengan rentang usia 13-17 tahun di perkotaan dan 15 dari 100 anak laki-laki pada kelompok usia yang sama pernah mengalami kekerasan fisik. Sementara itu, 10 dari 100 anak perempuan berusia 13-17 tahun baik di perkotaan maupun perdesaan juga pernah mengalami kekerasan fisik di sepanjang hidupnya.

Lebih lanjut, Nahar menjelaskan perlunya pelaksanaan upaya tindaklanjut dari hasil SNPHAR 2021 melalui analisis dan kajian kualitatif, di antaranya terkait faktor penyebab menurunnya prevalensi kekerasan terhadap anak jika dibandingkan dengan data SIMFONI PPA yang justru meningkat. Selain itu, lokus terjadinya kekerasan terhadap anak; presentase jumlah anak mendapatkan layanan yang lebih kecil dari pengetahuan tentang layanan; serta upaya tindaklanjut lainnya yaitu mengidentifikasi faktor risiko dan perlindungan atas terjadinya kekerasan.

Pelaksanaan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja 2021, merupakan hasil kerjasama Kemen PPPA bersama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung. Survei dilaksanakan di 33 Provinsi, 188 Kabupaten/Kota, 236 Kecamatan dengan jumlah sampel 14.160 rumah tangga yang tersebar di 1.416 blok sensus.

Adapun metode penarikan sampel yang digunakan yaitu stratifiedmultistage sampling. Responden terdiri dari laki-laki atau perempuan usia 13-24 tahun yang tidak boleh diwakilkan. Petugas wawancara merupakan pekerja sosial yang sensitif pada isu anak dan kekerasan terhadap anak, serta berpengalaman melakukan survei. Sementara untuk instrumen dan pengumpulan data mengacu pada “Violence againts children survey” atau VACS oleh Centersfor Disease Control and Prevention-CDC). Wawancara dilakukan secara pribadi (private) pada responden anak dan remaja, dengan Computer-assisted personal interviewing (CAPI)

( Shanty )

Related posts